Penetapan penanggalan hijriyah tidak pelas dari Umar Ibn al-Khattab ra sang perintis tahun hijriyah. Semua tahu, bahwa Hijriyah identik dengan kalender islam, dan Masehi identik dengan penanggalan barat (nasrani). Terlepasa dari identitas masing-masing, ternyata jumlah bulan yang ada tidak berbeda. Al-Qur’an sebagai kitab suci sacral menginformasikan bahwa jumlah bulan di sisi-Nya itu 12 bulan sejak diciptakan langit dan bumi.
Nabi Saw, manusia paling hebat, yang diyakini sebagai utusan-Nya, juga menyampaikan, bahwa bulan dalam islam itu ada 12. Selanjutnya, masing-masing bulan itu memiliki karakteristik (keutamaan). Oleha karena itu, tidak sedikit dari masyarakat Jawa, Arab, Indonesia pada umumnya meyakini bulan-bulan tertentu sebagai bulan istimewa dan membawa berkah (hoki). Dan, tidak sedikit juga bahwa bulan-bulan tertentu itu kurang bagus, alias tidak membawa hoki (keberuntungan).
Terkait dengan pernyataan tuhan, bahwa jumlah bulan itu dua belas, Allah Swt berfirman:’’
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ (سورة التوبة6): 36 )
Artinya:’’ Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi. (Q.S at-Taubat (9: 36).
Nabi Saw juga ikut serta menjelaskan perihal bulan-bulan tertentu, beliau Saw juga menilai, di antara dua belas bulan itu, terdapat bulan-bulan sacral (suci). Dan, bulan Muharram (al-Muharram) termasuk bulan istimewa. Seorang ulama’ besar yang bernama Ibnu Rajab al-Hambali menulis sebuah karya ilmiyah yang diberinya judul ‘’Latoifu a-Maarif’’. Beliau mengklasifikasikan bahwa fadilah dan keutamaan bulan ‘’al-Muharram” menjadi beberapa kelompok:
a) Berpuasa dan Sholat Malam. Bulan Muharram adalah bulan suci (sacral). Nabi Saw menyebutnya dengan Sahrullah (Bulan Allah). Menurut beberapa literatur sejarah, pada bulan ini Nabi Saw mengawali sebuah pejalanan panjang (Hijrah), dari Makkah menuju Madinah. Peristiwa ini disebut dengan Hijrah, yang kemudian ditetapkan sebagai penanggalan islam oleh Umar Ibn al-Khattab. Pendapat ini masih menjadi polemik, karena ada sebuah teks yang menjelaskan bahwa Nabi Saw ber-hijrah pada bulan Rabiul Awwal. Terlepas dari polemik di atas, beribadah pada bulan ini, seperti; puasa sunnah, bersedekah, sangat besar pahalanya, hampir setara dengan puasa Romadhan. Di dalam sebuah hadis yang di riwayatkan Imam al-Hakim di dalam kitab ‘’al-Mustadrok’’-nya, Nabi Saw menuturkan:
عن أبي هريرة ، يرفعه إلى النبي صلى الله عليه وسلم أنه سئل : أي الصلاة أفضل بعد المكتوبة ؟ وأي الصيام أفضل بعد شهر رمضان ؟ فقال : « أفضل الصلاة بعد المكتوبة الصلاة في جوف الليل ، وأفضل الصيام بعد شهر رمضان شهر الله المحرم » « هذا حديث صحيح على شرط الشيخين ، ولم يخرجاه »
Artinya:’ Di riwayatkan dari Abu Hurairah r.a, di angkat dari Nabi, beliau Saw pernah ditanya:’’ sholat apakah yang paling utama setelah sholat lima waktu? dan puasa apakah yang paling utama setelah puasa bulan suci Ramadhan? Nabi Saw menjawab:’’ sebaik-baik sholat setelah sholat lima waktu ialah sholat ditenggah malam (tahajud), dan sebaik-baik puasa setelah bulan suci ramadhan ialah bulan muharram’’[1]
Tidak berlebihan jika para ulama’ memberikan apresiasi luar biasa terhadap bulan Muharram, bahkan mereka berlomba-lomba meningkatkan kualitas ibadah, seperti puasa sunnah, sedekah, sholat malam. Dengan harapan, mereka benar-benar memperoleh berkah (kebaikan) yang sangat melimpah pada bulan ini. Kemulyaan bulan ini membuat Nabi Saw menggugah dirinya dengan menyebut ‘’ Sahru Allah’’ yang berarti bulan Allah. Di dalam literatur Arab, jika sebuah nama disandarkan pada nama Allah (al-Jalalah), yang demikian akan memiliki keistimewaan yang sangat luar biasa. Seperti, Rumah Allah (Baitullah) Tamu Allah (Wafudllah), bulan Allah (Sahrullah Muharram).
Secara umum, anjuran berpuasa dan sholat malam pada bulan Muharram bersifat umum. Berarti, keistimewaan bulan Muharram itu sejak awal bulan hingga ahir bulan. Jika uamat islam mau dan mampu memanfaatkan bulan ini dengan sebaik-baiknya, maka ia termasuk orang yang beruntung. Sebaliknya, jika tidak bisa memanfaatkan fadilah bulan Muharram dengan sebaik-baiknya, termasuk orang yang merugi. Al-Qur’an Q.S al-Ashr menjelaskan: Demi masa, sesungguhnya manusia itu tergolong orang sangat merugi, kecuali orang-orang yang beriman dan beramal sholih, dan saling menasehati pada kebaikan dan kesabaran’’.[2] Sebab, belum tentu manusia itu bisa melewati bulan Muharam berikutnya, karena manusia tidak tahu kapan ajal menjemputnya.
b. Puasa Asura’ dan al-Tasuah (sembilan). Asura’ berasal dari bahasa Arab yang berarti ‘’hari ke-sepuluh’’ bulan Muharram. Para Nabi dan utusan-Nya, senantiasa membiasakan puasa pada tanggal 10-Assura’, seperti Nabi Nuh a.s, Musa a.s,. Nabi Saw pernah menuturkan:’’Hari al-Syura’ yaitu hari dimana para Nabi melakukan puasa, maka berpuasalah hari itu, dan juga kalian semua.[3] Nabi Saw ternyata telah membiasakan puasa Asura sejak di Makkah, hanya saja beliau tidak pernah memerintah atau mengajak pengikutnya berpuasa. Begitu juga penduduk Qurais di Makkah sebelum Islam. Ketika Nabi Hijrah Ke Madinah, Nabi mengajak pengikiutnya untuk berpuasa. Sedangkan, ketika ada perintah kewajiban puasa Ramadhan, Nabi tidak lagi melakukan puasa al-Syura’.
Beliau mengatakan:’’ barang siapa yang ingin berpuasa, silahkan dan barang siapa yang ingin berhenti, silahkan[4]. Puasa pada hari al-Syura’ pahalanya sama deangan menghapus dosa-dosa setahun yang telah berlalu.[5] Pada hakekatnya, Nabi ber-azam (niat) berpuasa dua hari, yaitu hari kesepuluh (al-Syura’) dan kesembilan (al-Tasua). Akan tetapi, belum sempat melakukan, beliau sudah wafat. Menurut Imam al-Nawawi, Imam al-Syafii, Ahmad, Ishak, disunnahkan berpuasa pada tanggal Sembilan dan sepuluh, sebagaimana keterangan hadis di atas.[6] Pada tanggal sepuluh, berarti sunnah fi’liyah, dan pada tanggal Sembilan termasuk sunnah kauliyah (niat).
c. Hikmah Sepuluh al-Syura’. Sepuluh al-Syura’ memiliki seribu satu kisah yang menarik, seperti diturunkanya Adam dari langit, serta taubatnya (kembalinya) Nabi Adam a.s.[7]Umar bin Abd.Aziz pernah memberikan wejangan kepada masyarakatnya agar senantiasa berdo’a kepada Allah SWT, seperti do’anya Nabi Adam (Q.S al-A’rof, 23), juga do’anya Nabi Nuh, (Q.S Hud, 48), do’a Nabi Musa (Q.S al-Qosos, 16), do’a Dzun al-Nuun (Q.S al-Anbiya’, 87).[8] Di dalam sebuah Riwayat, Nabi Adam a.s ketika diturunkan dari surga, menangis dan bertaubat sekitar 300 tahun lamanya. Konon, tangisan itu mampu menembus lagit, sehingga malaikatpun turut menangis. Air mata Adam mampu menjadikan bumi subur, dan tumbuh-lah rerumputan dan tumbuh-tumbuhan lainnya.[9]
Di belahan dunia islam, khususnya Indonesia. Masyarakat muslim, serta lembaga pendidikan islam menyambut satu muharram dengan beragam kegiatan, seperti: jalan sehat, lomba tartil al-Qur’an, Dzikir bersama (berjama’ah), renungan tahun baru. Tradisi ini merupkan sunnah hasanah (cara yang bagus). Sehingga, pada tahun-tahun berikutnya, cara yang demikian dapat di lestarikan dan menjadi amal sholih bagi para perintisnya.
Di sisi lain, merayakan 1 Muharram dengan beragam kegiatan positif diharapkan menjadi budaya tandingan bagi mereka yang merayakan tahun baru masehi dengan hedonis dengan menghabur-hamburkan materi (mubaddir). Alangkah baiknya, jika malam tahun baru hijiriyah digunakan do’a bersama untuk memohon kepada-Nya, agar bangsa Indonesia diberikan kekuatan, kesabaran di dalam menghadapi ujian-ujian yang bertubi-tubi. Dan, malam 1 Muharram juga menjadi kesempatan untuk ikut serta memberikan sebagian dari rejeki untuk saudara-saudara sebangsa dan setanah Air yang sedang tertimpa musibah dan bencana.
No comments:
Post a Comment